3. Batas Ketaatan Kepada Pemimpin
حَدِيثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ؛ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
Ḥadīṡ riwayat Ibnu 'Umar raḍiyaLlāhu ‘anhuma tentang Nabi ṣallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: "Mendengar dan taat kepada pemimpin muslim adalah kewajiban baik dalah hal yang ia sukai atau ia benci, selama ia tidak diperintah untuk berbuat maksiat. Apabila diperintah berbuat maksiat maka tidak ada (kewajiban) untuk mendengar dan taat". (Ṣaḥīḥ al-Bukhāriy ḥadīṡ no. 2735)
حَدِيثُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يُطِيعُوهُ فَغَضِبَ عَلَيْهِمْ، وَقَالَ: أَلَيْسَ قَدْ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُطِيعُونِي قَالُوا: بَلَى، قَالَ: عَزَمْتُ عَلَيْكُمْ لَمَا جَمَعْتُمْ حَطَبًا وَأَوْقَدْتُمْ نَارًا ثُمَّ دَخَلْتُمْ فِيهَا فَجَمَعُوا حَطَبًا، فَأَوْقَدُوا فَلَمَّا هَمُّوا بِالدُّخُولِ، فَقَامَ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ، قَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّمَا تَبِعْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِرَارًا مِنَ النَّارِ، أَفَنَدْخُلُهَا فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ خَمَدَتِ النَّارُ، وَسَكَنَ غَضَبُهُ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «لَوْ دَخَلُوهَا مَا خَرَجُوا مِنْهَا أَبَدًا، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوف». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
Ḥadīṡ riwayat 'Aliy raḍiyaLlāhu ‘anhu, ia mengatakan, Nabi ṣallaLlāhu ‘alaihi wasallam mengutus sebuah ekspedisi dan mengangkat sahabat Anṣār sebagai pemimpin mereka, dan beliau memerintahkan mereka untuk menaatinya. Suayu ketika pemimpin Anṣār marah itu marah kepada mereka sambil berkata; "Bukankah Rasulullah ṢallaLlāhu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan kalian untuk mentaatiku?" “Ya,” jawab mereka. Pemimpin itu pun berkata: "Karena itu, aku ingin sekali jika kalian mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api, kemudian kalian masuk ke dalamnya." Mereka pun mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api. Tatkala mereka ingin memasukinya, satu sama lain saling memandang. Sebagian mengatakan; 'bukankah kita ikut Nabi ṣallaLlāhu ‘alaihi wasallam untuk menjauhkan diri dari api, apakah (sekarang) kita ingin memasukinya? ' Tatkala mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba api padam dan kemarahannya mereda. Maka hal ini disampaikan kepada Nabi ṣallaLlāhu ‘alaihi wasallam lantas Nabi mengatakan; "Kalau mereka memasukinya, niscaya mereka tidak bisa keluar dari api tersebut selama-lamanya". (Ṣaḥīḥ al-Bukhāriy ḥadīṡ no. 6612)